Prof.
Dr. Tjipta Lesmana, M.A. dalam bukunya yang berjudul Dari Soekarno sampai SBY,
beliau mengatakan bahwa Kepemimpinan tercermin dari komunikasi politik dan
pengaruh yang ditimbulkan pada audience. Begitu pula, komunikasi politik para
Presiden. Efektif atau tidaknya komunikasi mereka, langsung berdampak pada
kepemimpinan dan citra diri mereka.
Soekarno yang dikenal dengan berani menghadapi tantangan dalam banyak hal,
tegas dalam bersikap dan mengambil keputusan dan mempunyai kematangan dalam
berpolitik. Namun, soekarno juga mempunyai amarah dan salah sebagaimana mesti
nya seperti manusia lainnya. Ciri – ciri Beliau ketika marah yaitu seperti
gebrak meja, menggedor – gedor kiri – kanan, nebghardik sasaran dengan suara
yang keras. Selain itu dalam diri nya juga memiliki sifat menantang,
memperingatkan seseorang akan hal yang penting, mengancam jika keberadaan nya
genting, dan semua itu di komunikasikan lewat bahasa.
Soekarno adalah salah satu tokoh utama dalam proses
kemerdekaan yang terjadi di Indonesia. Masih
teringat jelas suara lantang beliau saat mengumandangkan naskah proklamasi 68
tahun yang lalu yang bisa kita lihat lewat film dokumenter mengenai beliau dan pidatonya yang “cetar membahana “. Dengan
semangat berapi – api Bung Karno membakar semangat para pemuda yang hadir
menyimak pidatonya. Dengan gaya bahasa yang low context dan mudah dipahami serta pengulangan
frase kata dan kalimat yang berulang membuat Bung Karno memiliki ciri khas
tersendiri dalam menyampaikan isi pidatonya. Dalam beberapa kesempatan terlihat
kalau beliau sangat menguasai panggung dan para pendengar dengan pidato yang
sangat dikuasainya itu.
Pengulangan frase kalimat tersebut seperti pada
kutipan berikut ini
,”Bila ingin membangun Indonesia, bangun kawasan timur Indonesia
,”Bila ingin membangun Indonesia, bangun kawasan timur Indonesia
Bila ingin membangun kawasan timur Indonesia,
bangunlah manusianya.
Bila ingin membangun manusianya, bangunlah
universitasnya.”
Dikutip dari makalah Radi A. Gany, Guru Besar Ilmu
Ekonomi Pertanian Universitas Hassanudin, yang disampaikan pada acara wisuda
sarjana V Universitas Bung Karno , Jakarta, 12 desember 2007
Setelah Gus Dur diturunkan dari jabatan Presiden RI
dengan kurang hormat, Megawati yang pada saat itu menjabat sebagai wakil
presiden naik menggantikan posisi Gus Dur sebagai Presiden RI yang kelima.
Megawati mewarisi kondisi domestic Indonesia yang kacau dan kondisi hubungan
luar negeri Indonesia yang minim kepercayaan internasional. Megawati dalam
memimpin banyak mengambil kebijakan yang berorientasi kanan yang ditandai
dengan dijadikannya Amerika Serikat sebagai negara non-Asia pertama yang
dikunjungi Megawati Selanjutnya, Megawati banyak melakukan kunjungan luar
negeri sebagai bentuk kelanjutan usaha-usaha
pendahulunya untuk mencari dukungan dan kerjasama luar negeri.
Kebijakan luar negeri
Megawati yang menarik adalah kerjasama dengan Rusia
melalui pembelian pesawat Sukhoi. Kebijakan yang lain adalah pemutusan hubungan denganInternational Monetary Fund (IMF). Dalam kedua hal
tersebut, terbukti bahwa Megawati mereduksi kecenderungannya pada Barat dan
berusaha bertindak netral. Meskipun demikian banyak yang menyebut era
kepemimpinan Megwati seperti mendayung yang menabrak karang terus menerus.
Hutang Indonesia pada saat itu masih belum bisa tertanggulangi dengan baik.
Megawat menjalankan strategi poltik luar negeri yang cenderung low
profile.
Pada masa Megawati ini, terjadi peristiwa
Bom Bali yang menjadi ujian bagi politik luar negeri
Indonesia. Semenjak peristiwa
tersebut, isu terorisme menjadi perhatian Indonesia di forum internasional dan
lagi- lagi mencoreng citra baik yang sedang dibangun Indonesia. Akan tetapi
berkat kepiawaian Departemen Luar Negeri yang saat itu menjabat, maka
permasalahan ini tidak berdampak sangat serius terhadap hubungan internasional
Indonesia. Sayangnya, di tengah-tengah usaha untuk membangun
kembali diplomasi Indonesia, justru
terjadi kegagalan diplomasi terkait sengketa pulau Sipadan dan Ligitan dengan
Malaysia yang berakibat terhadap lepasnya kedua pulau out dari NKRI.
Secara umum dapat dilihat bahwa kepentingan nasional Indonesia pada era
Megawati masih seputar menjaga stabilitas ekonomi, politik dan pertahanan serta
keamanan. Di sisi lain, perjuangan untuk memulihkan citra baik Indonesia di
mata internasional masih terus dilakukan melalui diplomasi untuk bantuan dan
dukungan asing, investasi sektor swasta, perdagangan bebas, promosi sistem
politik yang demokratis dan otonomi kekuatan regional. Pada masa tersebut,
Megawati memusatkan perhatian politik luar negeri Indonesia pada wilayah
regional terlebih dahulu.
Pada periode pemerintahan Megawati, Indonesia sedang berada dalam tahap
pembentukan sistem politik nasional yang lebih mapan dan pola pemerintahan
mulai terlaksana secara desentralisasi. Dengan demikian, demokrasi yang
diterapkan sedikit demi sedikit telah memunculkan petanda yang baik. Komitmen
yang kuat dalam era Megawati untuk dapat mengembalikan kepercayaan diri
Indonesia di mata dunia membuahkan hasil dengan mulai aktifnya kembali hubungan
diplomasi Indonesia dengan negara- negara lain. Selain itu, Megawati juga
berhasil mengelola konflik yang terjadi baik secara horizontal maupun vertical
sehingga tidak memarah lebih jauh. Perekonomian Indonesia juga sudah menglami
perbaikan secara infrastruktur dan kasus- kasus KKN mulai mengalami pengusutan.
Secara keseluruhan, keberhasilan Megawati lebih terkait pada pengelolaan
konflik domestic.
Hambatan yang mewarnai kepemimpinan Megawati kurang lebih sama dengan yang
sebelum- sebelumnya, yaitu instabilitas ekonomi, politik, keamanan dan
kurangnya kepercayaan dunia internasional terhadap kondisi Indonesia.
Hanya saja pada era Megawati, terjadi konflik terorisme yang menambah daftar
masalah keamanan negara yang perlu segera ditangani agar bisa membantu
perbaikan diplomasi dan hubungan luar negeri Indonesia.
Kesimpulan
Sepanjang perjalanan politik luar negeri RI sejak kemerdekaan hingga hari
ini, Indonesia banyak mengalami dinamika yang terkait dengan perbedaan gaya
kepemimpinan setiap pemimpin yang memimpin, situasi internasional dan domestic
serta hambatan- hambatan lain yang mengusik. Namun secara umum, politik luar
negeri Indonesia selalu mengacu pada kepentingan nasional. Setiap kerja sama
yang dilakukan ditujukan untuk memenuhi kepentingan nasional yang umumnya
diraih melalui berbagai instrument. Kecenderungan pragmatism dalam politik luar
negeri Indonesia tidak dapat disangkal, hal ini berkaitan dengan kepentingan
nasional dan landasan politik luar negeri RI yang bebas- aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
1. Lesmana, Tjipta.
DARI SOEKARNO SAMPAI SBY. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2008
2. Sudarsono,
Krisis di Mata Para Presiden. Kaidah Berpikir Sistem Para Pemimpin Bangsa.
Yogyakarta : Penerbit MATABANGSA, 2003
Internet
:
Komentar
Posting Komentar