Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

3 pelanggaran kode etik jurnalistik

Pelanggaran kode etik jurnalistik 1.   Makam Mbah Priok Kasus bentrok saptol PP dengan warga memperebutkan makam Mbah Priok belum usai. Banyak hal bisa dilihat dari kasus ini, di antaranya soal bagaimana televisi menyiarkan kasus ini. Saat terjadi bentrok, banyak televisi menyiarkan secara langsung. Adegan berdarah itupun bisa disaksikan dengan telanjang mata tanpa melalui proses editing. Penyiaran langsung gambar korban bentrokan di Koja, Tanjung Priok, merupakan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Gambar korban berdarah-darah dikategorikan sebagai berita sadis, dan tidak semua konsumen media dapat menerimanya. Pihak keluarga korban yang kebetulan sedang menonton televise pun bisa menerima dampak psikologis atau traumatis jika melihat kerabatnya mengalami luka yang mengenaskan. 2. Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan wanita bernama Rani oleh TV One Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Ind

media saat ini bertanggung jawab, belum atau tidak sama sekali ??

Sheila ayu berlianti 2011-41-207 Sistem komunikasi Indonesia ibu Ajeng Dalam pengamatan yang sudah dilakukan  di beberapa hari kemarin di media elektronik (televisi) ada sebuah hasil yang membuktikan bahwa pers di Indonesia belum bertanggung jawab. Dinyatakan bahwa media televisi adalah salah satu media massa yang penonton nya masih menduduki peringkat paling tinggi di antara media lainnya. Dianggap tinggi karena waktu siaran tertentu dan berbeda segmen ini menjadi salah satu pilihan penonton untuk melihat dan mendapatkan banyak infomasi dari luar dan berbeda ruang dan waktu. Media elektronik ini menjadi salah satu alat untuk menyiarkan berita dan alat mempublikasi sebuah hal dan banyak hal mengenai – kepentingan yang dimiliki oleh media atau pemilik media tersebut. Saat ini banyak media yang pemilik nya atau owner nya ialah seorang politisi atau pun seorang pejabat Negara, maka banyak dikatakan bahwa media tersebut memiliki kepentingan sendiri yang menguntungkan dan memi